Kamis, 24 Juni 2010


PINTU MATI DALAM SATU DASAWARSA

Sepuluh tahun, umur yang bisa dibilang tidak sedikit meskipun juga belum dianggap cukup matang. Dalam waktu yang sepuluh tahun tersebut, Pintu Mati sebuah komunitas Seni Rupa di Kota Solo, mencoba untuk memberikan warna bagi tempat kelahirannya. Pada ajang pameran kali ini mengambil tema “Kakawin Kawin”. Diadaptasi dari salah satu puisi W.S Rendra, berpusat pada seluk beluk perempuan. Apa itu perempuan, siapakah dia, dimana saja letak dan apa saja kiprahnya. Sampai sejauh mana perannya dalam mengemban tugas kodratinya serta beragam pernak pernik yang ada disekelilingnya.

PENGARUH DARI BALIK LAYAR

Perempuan, banyak sudut pandang yang menarik darinya. sejak Hawa diciptakan, tak lepas peran dan pengaruh ditebarkan.

Perempuan, dalam dirinya ada jiwa, dalam jiwanya ada cinta, dalam cintanya ada dunia.

Dunia penuh warna dan dinamika, meluncur bersama dengan waktu. Ini terjadi diantaranya, baik langsung atau tidak disebabkan oleh daya tarik perempuan. Semuanya berjalan bersama waktu yang selalu membentuk garis lurus ke depan, tak mungkin ketemu titik awalnya. Pelan, pasti dan kejam.

Sebagai partner laki-laki, perempuan juga sangat memberi warna dalam kehidupannya. Dalam tata kenegaraan sudah banyak bukti, mereka para wanita memberi atmosfer baru dalam perpolitikan. Lebih jauh kedalam, kita ingat bahwa “majunya sebuah negeri tergantung pada perempuan dan hancurnya sebuah negeri juga dari pengaruh perempuan”. Peran tersebut memang tidak terlihat secara langsung dan kasat mata, tetapi akan jauh lebih memberi warna dan berdampak yang teramat dahsyat pada waktu yang akan datang. Berjalan secara bertahap dan proses yang panjang.

Dominasi peran laki-laki tidak serta menyurutkan spirit serta menyempitkan ruang gerak perempuan. Ada ruang yang memang tak tersentuh oleh laki-laki dan ini menjadi tugas khusus bagi wanita untuk mengolahnya. Seperti udara ia mengisi sela-sela kosong yang tak tersentuh benda masif.

Apa yang ia lakukan mungkin saja terlihat sederhana, namun apapun itu bentuknya menjadi sangat-sangat penting maknanya dalam perspektif waktu ke depan. Ia begitu melebur bagai udara dalam kehidupan, bahkan tidak menutup kemungkinan ia denyut jantung kehidupan itu sendiri. Ia tak perlu melompat masuk ke dalam arus besar sejarah peradaban hanya untuk “ada dan dipertimbangkan” dalam kereta kehidupan. Cukup dengan langkah kecil namun menyentuh jantung waktu.

Ia juga lentur dan lembut seperti udara. Karena kelembutannya udara tak akan patah dan terluka. Udara bisa saja dipukul dengan tekanan tinggi, Namun setelah beban pukulan itu hilang, ia akan kembali ke dalam bentuk semula.

Udara juga membentuk ‘negatif’ setiap benda padat. Suatu sikap bersiap mengalah yang luar biasa.

Dengan kehalusan, kelenturan dan keluasan hati itu maka perempuan menjadi sosok paling lembut sekaligus paling kuat. Kekuatan ini pula yang menjadikannya mampu menjadi pengatur skenario yang samar, terlindung namun amat berpengaruh.

Ada satu, dua wanita yang muncul menjadi publik figur, namun itu bukanlah satu-satunya barometer dalam penilaian sukses tidaknya wanita. Mereka, para perempuan lebih banyak berada di belakang layar, namun memegang remote control panggung kehidupan.

PEREMPUAN DALAM SEJARAH

Apa yang kita lihat hari ini, merupakan hasil dari hari kemarin, begitulah seterusnya, berkembang bersama dengan zaman. Tidak ada yang stagnan kecuali ia bersiap untuk ‘keluar dari barisan’ dan tersingkir dari panggung dunia. Sejak awal dunia, setiap zaman melahirkan tokoh-tokohnya. Lahir pula tokoh-tokoh wanita yang berpengaruh, terlepas itu dihujat ataupun dipuja.

Sejumlah nama yang menghiasi tinta sejarah ada Benazir Bhutto, Aun Sun Kyi (Myanmar), Siti Maryam (bunda Maria), Siti Khadijah, Cleopatra, Madonna, Demi Moore. Dari negeri sendiri ada R.A Kartini, Cut Nya’ Dien, Megawati. Ada juga tokoh wanita yang entah karena politis atau sebab lain mulai tenggelam namanya, dialah Marsinah, pahlawan sekaligus simbol perlawanan bagi kaum buruh. Dari kalangan pewayangan ada tokoh Srikandi, dan legenda yang panjang tentang sosok Ratu Pantai Selatan. Ada pertanyaan kecil dan konyol, mengapa dalam legenda Laut Selatan itu yang berkuasa adalah Ratu bukan Raja, mungkinkah ini salah satu bukti wanita lebih ‘berkuasa’ dari pada pria?

Majapahit, sebuah kerajaan besar pada zamannya, kerajaan yang menjunjung tinggi toleransi umat beragama, dimana agama HindĂș dan Budha hidup berdampingan. Sebuah kenyataan yang kala itu adalah sesuatu yang jarang terjadi dalam satu negara. Kerajaan tersebut pernah pula melahirkan seorang putri yang menjadi ratu, dialah Putri Tri Bhuwana Tunggadewi.

Nama-nama itu hanyalah segelintir dari banyak nama yang mungkin saja tak terekam dalam sejarah umat manusia, tentu dengan berbagai kontribusi dalam masing-masing bidangnya.

EKSISTENSI

Berbagai upaya dilakukan untuk ‘menjadi’ wanita, tentunya dengan perspektif masing-masing, baik yang orang lain suka atau tidak. Sebuah sudut pandang yang boleh jadi sangat subyektif, baik bagi pelakunya ataupun bagi individu yang menilainya dari luar.

Di satu sisi ada yang berpendapat bahwa menjadi wanita karir di luar rumah adalah kurang baik. Tetapi di sisi lain ada yang berpendapat itu wajar-wajar saja. Dan masih segudang pro dan kontra tentang berbagai masalah lain. Setiap pendapat boleh-boleh saja, yang terpenting adalah komitmen yang ditunjukkan pada publik tentang pendapatnya itu dan tentu saja ada sebuah konsekuensi yang harus diterimanya. Ada yang menarik di lingkup kehidupan wanita, mereka memiliki apa yang disebut ‘beauty’ yang memungkinkan menjadi magnet luar biasa bagi orang lain. Ada ‘kecantikan dalam’ dan ‘kecantikan luar’ dua sisi yang saling berlomba-lomba muncul ke permukaan merebut perhatian sekaligus meninggalkan kesan. Menancapkan eksistensi di mata publik.

Eksistensi, itulah tikungan paling dekat yang ingin dicapai, tidak hanya bagi wanita, tapi juga bagi semua. Eksistensi dirasa menjadi penting setelah setiap individu terjadi kekurangpercayaan diri, atau keberadaan dirinya tidak diperhitungkan oleh lingkungan.

Sangat kodrati bahwa semua makhluk ingin keberadaannya diakui oleh makhluk lain. Orang merasa tak ada , tak diakui dan ujung-ujungnya berlomba untuk “menjadi sesuatu”. Pada taraf tertentu proses ini menjadi stimulus untuk maju, menjadi nomor satu, berada pada garis paling depan. Selain juga memunculkan naluri membunuh dan persaingan yang tak sehat.

Eksistensi, secara alamiah sudah ada bersamaan dengan hadirnya individu. Sebagaimana di dalam pedasnya sambal, di sanalah terdapat eksistensi cabai. Tanpa harus cabai itu mengangkat tangan dan bicara lantang kepada dunia luar bahwa ‘akulah yang membuat pedas’.

Dari sini bisa dikatakan bahwa eksistensi, peran dan pengaruh perempuan tidak ditentukan dimana ia berada, sebagai apa ia atau seberapa jauh ia dipandang di depan umum, tapi lebih kepada apa yang ia perbuat.

Sebuah kenyataan mendasar bahwa tidak ada individu yang benar-benar sia-sia dan tidak ada yang benar-benar tidak ada.


Tepi barat Solo, Juni 2010

SIDIK

Minggu, 13 Juni 2010

PINTU MATI DALAM SATU DASAWARSA


PINTU MATI DALAM SATU DASAWARSA

Sepuluh tahun, umur yang bisa dibilang tidak sedikit meskipun juga belum dianggap cukup matang. Dalam waktu yang sepuluh tahun tersebut, Pintu Mati sebuah komunitas Seni Rupa di Kota Solo, mencoba untuk memberikan warna bagi tempat kelahirannya. Pada ajang pameran kali ini mengambil tema “Kakawin Kawin”. Diadaptasi dari salah satu puisi W.S Rendra, berpusat pada seluk beluk perempuan. Apa itu perempuan, siapakah dia, dimana saja letak dan apa saja kiprahnya. Sampai sejauh mana perannya dalam mengemban tugas kodratinya serta beragam pernak pernik yang ada disekelilingnya.

PENGARUH DARI BALIK LAYAR

Perempuan, banyak sudut pandang yang menarik darinya. sejak Hawa diciptakan, tak lepas peran dan pengaruh ditebarkan.

Perempuan, dalam dirinya ada jiwa, dalam jiwanya ada cinta, dalam cintanya ada dunia.

Dunia penuh warna dan dinamika, meluncur bersama dengan waktu. Ini terjadi diantaranya, baik langsung atau tidak disebabkan oleh daya tarik perempuan. Semuanya berjalan bersama waktu yang selalu membentuk garis lurus ke depan, tak mungkin ketemu titik awalnya. Pelan, pasti dan kejam.

Sebagai partner laki-laki, perempuan juga sangat memberi warna dalam kehidupannya. Dalam tata kenegaraan sudah banyak bukti, mereka para wanita memberi atmosfer baru dalam perpolitikan. Lebih jauh kedalam, kita ingat bahwa “majunya sebuah negeri tergantung pada perempuan dan hancurnya sebuah negeri juga dari pengaruh perempuan”. Peran tersebut memang tidak terlihat secara langsung dan kasat mata, tetapi akan jauh lebih memberi warna dan berdampak yang teramat dahsyat pada waktu yang akan datang. Berjalan secara bertahap dan proses yang panjang.

Dominasi peran laki-laki tidak serta menyurutkan spirit serta menyempitkan ruang gerak perempuan. Ada ruang yang memang tak tersentuh oleh laki-laki dan ini menjadi tugas khusus bagi wanita untuk mengolahnya. Seperti udara ia mengisi sela-sela kosong yang tak tersentuh benda masif.

Apa yang ia lakukan mungkin saja terlihat sederhana, namun apapun itu bentuknya menjadi sangat-sangat penting maknanya dalam perspektif waktu ke depan. Ia begitu melebur bagai udara dalam kehidupan, bahkan tidak menutup kemungkinan ia denyut jantung kehidupan itu sendiri. Ia tak perlu melompat masuk ke dalam arus besar sejarah peradaban hanya untuk “ada dan dipertimbangkan” dalam kereta kehidupan. Cukup dengan langkah kecil namun menyentuh jantung waktu.

Ia juga lentur dan lembut seperti udara. Karena kelembutannya udara tak akan patah dan terluka. Udara bisa saja dipukul dengan tekanan tinggi, Namun setelah beban pukulan itu hilang, ia akan kembali ke dalam bentuk semula.

Udara juga membentuk ‘negatif’ setiap benda padat. Suatu sikap bersiap mengalah yang luar biasa.

Dengan kehalusan, kelenturan dan keluasan hati itu maka perempuan menjadi sosok paling lembut sekaligus paling kuat. Kekuatan ini pula yang menjadikannya mampu menjadi pengatur skenario yang samar, terlindung namun amat berpengaruh.

Ada satu, dua wanita yang muncul menjadi publik figur, namun itu bukanlah satu-satunya barometer dalam penilaian sukses tidaknya wanita. Mereka, para perempuan lebih banyak berada di belakang layar, namun memegang remote control panggung kehidupan.

PEREMPUAN DALAM SEJARAH

Apa yang kita lihat hari ini, merupakan hasil dari hari kemarin, begitulah seterusnya, berkembang bersama dengan zaman. Tidak ada yang stagnan kecuali ia bersiap untuk ‘keluar dari barisan’ dan tersingkir dari panggung dunia. Sejak awal dunia, setiap zaman melahirkan tokoh-tokohnya. Lahir pula tokoh-tokoh wanita yang berpengaruh, terlepas itu dihujat ataupun dipuja.

Sejumlah nama yang menghiasi tinta sejarah ada Benazir Bhutto, Aun Sun Kyi (Myanmar), Siti Maryam (bunda Maria), Siti Khadijah, Cleopatra, Madonna, Demi Moore. Dari negeri sendiri ada R.A Kartini, Cut Nya’ Dien, Megawati. Ada juga tokoh wanita yang entah karena politis atau sebab lain mulai tenggelam namanya, dialah Marsinah, pahlawan sekaligus simbol perlawanan bagi kaum buruh. Dari kalangan pewayangan ada tokoh Srikandi, dan legenda yang panjang tentang sosok Ratu Pantai Selatan. Ada pertanyaan kecil dan konyol, mengapa dalam legenda Laut Selatan itu yang berkuasa adalah Ratu bukan Raja, mungkinkah ini salah satu bukti wanita lebih ‘berkuasa’ dari pada pria?

Majapahit, sebuah kerajaan besar pada zamannya, kerajaan yang menjunjung tinggi toleransi umat beragama, dimana agama HindĂș dan Budha hidup berdampingan. Sebuah kenyataan yang kala itu adalah sesuatu yang jarang terjadi dalam satu negara. Kerajaan tersebut pernah pula melahirkan seorang putri yang menjadi ratu, dialah Putri Tri Bhuwana Tunggadewi.

Nama-nama itu hanyalah segelintir dari banyak nama yang mungkin saja tak terekam dalam sejarah umat manusia, tentu dengan berbagai kontribusi dalam masing-masing bidangnya..

EKSISTENSI

Berbagai upaya dilakukan untuk ‘menjadi’ wanita, tentunya dengan perspektif masing-masing, baik yang orang lain suka atau tidak. Sebuah sudut pandang yang boleh jadi sangat subyektif, baik bagi pelakunya ataupun bagi individu yang menilainya dari luar.

Di satu sisi ada yang berpendapat bahwa menjadi wanita karir di luar rumah adalah kurang baik. Tetapi di sisi lain ada yang berpendapat itu wajar-wajar saja. Dan masih segudang pro dan kontra tentang berbagai masalah lain. Setiap pendapat boleh-boleh saja, yang terpenting adalah komitmen yang ditunjukkan pada publik tentang pendapatnya itu dan tentu saja ada sebuah konsekuensi yang harus diterimanya. Ada yang menarik di lingkup kehidupan wanita, mereka memiliki apa yang disebut ‘beauty’ yang memungkinkan menjadi magnet luar biasa bagi orang lain. Ada ‘kecantikan dalam’ dan ‘kecantikan luar’ dua sisi yang saling berlomba-lomba muncul ke permukaan merebut perhatian sekaligus meninggalkan kesan. Menancapkan eksistensi di mata publik.

Eksistensi, itulah tikungan paling dekat yang ingin dicapai, tidak hanya bagi wanita, tapi juga bagi semua. Eksistensi dirasa menjadi penting setelah setiap individu terjadi kekurangpercayaan diri, atau keberadaan dirinya tidak diperhitungkan oleh lingkungan.

Sangat kodrati bahwa semua makhluk ingin keberadaannya diakui oleh makhluk lain. Orang merasa tak ada , tak diakui dan ujung-ujungnya berlomba untuk “menjadi sesuatu”. Pada taraf tertentu proses ini menjadi stimulus untuk maju, menjadi nomor satu, berada pada garis paling depan. Selain juga memunculkan naluri membunuh dan persaingan yang tak sehat.

Eksistensi, secara alamiah sudah ada bersamaan dengan hadirnya individu. Sebagaimana di dalam pedasnya sambal, di sanalah terdapat eksistensi cabai. Tanpa harus cabai itu mengangkat tangan dan bicara lantang kepada dunia luar bahwa ‘akulah yang membuat pedas’.

Dari sini bisa dikatakan bahwa eksistensi, peran dan pengaruh perempuan tidak ditentukan dimana ia berada, sebagai apa ia atau seberapa jauh ia dipandang di depan umum, tapi lebih kepada apa yang ia perbuat.

Sebuah kenyataan mendasar bahwa tidak ada individu yang benar-benar sia-sia dan tidak ada yang benar-benar tidak ada.


Tepi barat Solo, Juni 2010

SIDIK

LUKISAN DAN HARI INI